Tuesday, January 20, 2009

Neraka Dalam Pandangan Science

Neraka adalah sesuatu yang selalu identik dengan suatu kata: Panas! Apa hakikat panas yang memiliki berbagai level? Derajat panas suatu gas tidak lain adalah suatu sifat makroskopik dari gerakan dan tumbukan (friction) trilyun trilyun trilyun… molekul-molekul gas. Ditinjau di alam mikronya, dari tiap molekulnya, temperatur thermal tidak memiliki makna. Yang ada hanyalah energi gerak dari molekul-molekul tersebut. Dan ini secara makro dapat dirasakan oleh indera manusia maupun indera dari suatu alat ukur. Artinya panas itu hanyalah sesuatu yang subyektif.

Inilah yang mendasari Hanif untuk menihilkan neraka dalam tahapan obyektif. Karena panas neraka adalah sesuatu yang subyektif dan aksidental, maka “orang yang benci dan tidak rela” akan memiliki persepsi yang berbeda jika dibandingkan dengan “orang yang segenap cinta dan keikhlasan” ketika mereka disiksa dalam api neraka akibat perbuatannya. Dan perlu diingat bahwa keikhlasan adalah merupakan jalan satu-satunya untuk terbebas dari segala sesuatu yang bersifat “ciptaan” – karena neraka pun adalah ciptaan Allah.

Sebelum menemukan tentang konsep imajinatif dari ruang dan waktu secara subyektif, beberapa tahun lalu semasa masih SMU (senior high school) Hanif sempat bertanya pada guru agama Hanif, “Apakah neraka itu bersifat materil, ataukah ia bersifat spirituil?” Guru agama Hanif, dengan tatapan marah menatap Hanif, lalu menjawab, “Wallahu a’lam. Lebih baik kamu selesaikan homework kamu!” Dan bagi Hanif, jawaban tersebut adalah jawaban orang yang tidak mampu untuk menjelaskan hakikat dari sesuatu yang sangat penting dalam agama. Artinya guru tersebut tidak berhak untuk menjadi guru agama bagi diri Hanif. Karena tidak puas dengan jawaban dari guru Hanif tersebut maka Hanif mencoba menjawabnya sendiri.

Pertama-tama kita ketahui bahwa ada hari kiamat yang disertai dengan fase kebangkitan. Pada fase kebangkitan, jasad-jasad manusia dikumpulkan kembali dan disusun ulang sesuai dengan perbuatannya semasa hidup dahulu. Jika pada diri manusia itu esensi kebintangannya lebih banyak daripada kemanusiaanya, maka ia akan dibangkitkan dengan rupa seperti binatang (bandingkan dengan reinkarnasi dalam Hindu). Artinya hari kebangkitan itu kemungkinan besarnya bersifat materil karena ia adalah hari dimana kita dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang telah kita kerjakan dalam ruang dan waktu semasa kita hidup. Jika hari kebangkitan bersifat materil, maka neraka pun seharusnya bersifat materil pula.

Kemungkinan besar? Ah, masih kemungkinan. Hanif tidak suka menerima kemungkinan!

Secara ringkas, Hanif berasumsi bahwa neraka bersifat materil. Alasannya adalah: tidak mungkin menyiksa manusia atau dalam bahasa fisikanya “memberikan medan gaya terhadap suatu benda” jikalau sumber penyiksa (medan gaya) itu memiliki materi yang berbeda substansi dan tidak dapat berinteraksi dengan jasad manusia. Nah, karena neraka bersifat materil, maka neraka adalah sesuatu yang berwujud mumkin. Karena bersifat mumkin, maka forma-nya pun selalu berubah. Jika ia memiliki forma yang selalu berubah, apakah neraka selalu membakar ataukah adakalanya ia boleh tidak membakar?

Alam semesta beserta isinya memiliki sebuah karakterisasi tertentu yang disebut massa (walaupun massa ini ternyata hanyalah subyektif belaka). Postulat dari Hukum Boyle mengatakan bahwa massa yang tersimpan dalam suatu energi dapat mempengaruhi suhu (temperature) dan tekanan (pressure) suatu ruang. Dengan memperhitungkan adanya manusia-manusia yang tergelincir dari shirath, jatuh ke neraka, maka kita dapat membayangkan bahwa suhu dan tekanan neraka mengalami peningkatan secara exponensial. Dengan dalil Boyle, secara thermodinamik, supaya materi dapat berada pada suhu yang tetap, maka ratio dari massa dan volume materi itu harus berada dalam nilai yang konstan dalam proses pemuaian.

Jadi, jika neraka memuai (expand) pada kelajuan lebih lambat (atau bahkan tidak memuai sama sekali) dari pertambahan banyaknya manusia yang memasuki neraka, maka suhu dan tekanannya akan mengalami peningkatan hingga titik maksimal dan neraka akan meledak lalu membebaskan panasnya yang bisa berakibat serpihan/uraian sisa-sisa ledaknya itu menjadi dingin dan beku. Dan sebaliknya, jika neraka memuai pada kelajuan lebih cepat dari pertambahan banyaknya manusia yang memasuki neraka, maka suhu dan tekanannya akan mengalami penurunan hingga suatu saat neraka pun menjadi dingin dan beku. Artinya, secara definitf, “Neraka” pada suatu waktu dalam keadaan tertentu, boleh jadi terkonversi menjadi “Bukan Neraka”.

Apa itu berarti bahwa siksaan di neraka itu tidak kekal? Yup! Walau kemungkinannya sangat sedikit, dan kemungkinan ini diperkecil lagi dengan adanya kalamullah yang berkata bahwa ‘orang kafir akan disiksa di neraka selama-lamanya’, tapi tetap ada kemungkinan. Asumsi di atas merupakan bukti bahwa ada celah di dalam sifat neraka yang membuat hakikat neraka itu tidak kekal. Artinya hanya Allah-lah yang Maha Kekal!

Renungan Tentang Materi


Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, kaca itu seakan-akan bintang seperti kristal, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat, yang minyaknya hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya, Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.



Apakah definisi dari Materi? Materi adalah sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Kenapa materi didefinisikan seperti itu? Karena kita dapat mengkonsepsikannya langsung secara mudah dengan indera kita.

Ruang hampa. Apa itu ruang hampa? Kita menyadari bahwa ruang hampa ruang hampa tidak memiliki massa walaupun menempati ruang yaitu dirinya sendiri. Dan secara intuitif diyakini bahwa ruang hampa ini tidak ber-efek atau ia tidak menimbulkan peristiwa apapun.

Prinsip niscaya rasional - yaitu hukum sebab akibat - membawa umat manusia melakukan pendakiannya menuju hukum-hukum dan hakikat-hakikat di balik apa yang tampak. Amati seluruh materi yang tampak! Karena secara mudah materi dapat dibagi, maka timbul suatu pertanyaan penting: apakah materi dapat dibagi terus menerus tanpa batas atau ada batas terkecil di mana materi tidak dapat dibagi lagi? Demokritus dan Dalton menjawab dengan teori atomnya. Bahwa ada bagian terkecil dari suatu zat yang tidak bisa dibagi lagi, yaitu atom! Semua zat terbentuk dari beberapa unsur dasar (kira-kira seratus unsur). Tiap unsur murni terdiri dari milyard milyard milyard atom-atom yang maha kecil, tapi tidak bisa dibagi lagi. Jika atom-atom dari berbagai unsur murni bergabung, maka terbentuk molekul, yang merupakan zat dengan sifat-sifat fisis yang berbeda dari unsur semula.

Teori bahwa atom adalah bagian terkecil yang tidak bisa dibagi lagi tak mampu menjelaskan beberapa hal. Terutama ia tak mampu menjelaskan berbagai efek kelistrikan maupun tentang kemagnetan. Ia tak mampu pula untuk memberi penjelasan yang memuaskan terhadap berbagai sifat kimiawi berbagai unsur dan senyawa. Dari mana datangnya arus listrik? Bagaimana menjelaskan penemuan elektron oleh Thomson? Elektron merupakan partikel-partikel mikro yang bermuatan negatif yang bisa muncul misalnya saat kita memanaskan sebuah filamen. Apakah elektron ini juga atom? Kalau elektron ini atom (bagian terkecil yang tidak bisa dibagi lagi) lalu mengapa ia terdiri dari berbagai unsur? Teori atom ini juga tak mampu menjelaskan dengan baik sifat periodisitas dari berbagai unsur yang telah ditemukan dan disusun oleh Dmitri Mendeleev dan Lothar Meyer.
Untuk mengatasi kelemahan dari teori atom Democritus dan Dalton, maka Rutherford dan Niels Bohr datang dengan tesis utamanya: atom itu terbentuk dari partikel-partikel yang lebih kecil lagi yaitu inti atom dan elektron. Inti atom bermuatan positif sedangkan elektron bermuatan negatif. Elektron mengitari atom dengan orbit-orbit tertentu yang teratur. Jari-jari inti atom Hidrogen diperkirakan berorde 1/100.000 dari jari-jari atomnya. Dan jari-jari elektron jauh lebih kecil dari jari-jari inti atom hidrogen. Apa yang ada dalam elektron dan inti atom? Ruang Hampa! Ruang Hampa! Sekali lagi Ruang Hampa! Jadi kira-kira 99, 99999999999999% ruang dalam atom itu Hampa belaka!
Apa artinya? Kalau kita menatap dan melihat bahwa (misal) besi itu suatu materi mahakuat yang tersusun secara continue, sebenarnya, semua yang kita lihat itu sederhana saja menurut Bohr, besi itu adalah sesuatu yang 99, 99999999999999% hampa!!! Sama sekali berbeda dengan anggapan kita, ia bukan materi continue seperti yang ada dalam bayangan kita. Jadi, apa yang tampak ini adalah sangatlah berbeda dengan realiti sebenarnya. Batas garis lurus logam itu pun sebenarnya hanyalah imajinasi belaka. Kenyataan sebenarnya ialah tidak ada garis tersebut, dan materi itu ada di titik-titik ruang tertentu yang maha-kecil saja. Segala sesuatu yang kita lihat ini “kosong” tapi nampak seolah-olah “isi” karena adanya keterbatasan inderawi dalam menyerap kenyataan ini.
Lalu kemudian ditemukan lagi bahwa ternyata inti atom terdiri dari berbagai partikel yang lebih kecil seperti neutron dan proton. Neutron memiliki massa tapi tak bermuatan. Proton memiliki massa dan bermuatan positif. Yang menjadi pertanyaan berikutnya, kalau proton-proton bermuatan postitif, kenapa tidak terjadi gaya tolak menolak (reject) antara mereka? Jawabnya? Karena adanya gaya jenis kuat! Dewasa ini Prof. Dr. Abdussalam dan koleganya telah berhasil membuktikan bahwa gaya jenis kuat ini dihasilkan karena ternyata proton maupun neutron terdiri atas partikel yang lebih kecil lagi…! Sampai kapan penemuan-penemuan partikel yang lebih kecil ini akan berhenti? Rasanya semakin lama semakin kecil dan semakin kecil semakin luas pulalah kekosongan.
Adalah pandangan yang sangat logis dan tidak bertentangan dengan kenyataan maupun hukum-hukum fisika yang berlaku jika seandainya kita membayangkan dalam sari-sari terkecil segala benda, yang ada hanyalah titik-titik tertentu dalam ruang yang membawakan efek bagi lingkungan sekitarnya. Kita bayangkan bahwa ruang hampa tersebut diisi dengan titik-titik imajiner (imaginary dots/particles). Jadi kekosongan yang berisi? Apa isinya? Isinya adalah medan-medan berbagai efek yang ditimbulkan dengan pusat berbagai titik-titik dalam ruang tertentu. Jika titik-titik (imajiner) tersebut dalam karakternya memiliki massa, maka medannya adalah medan gravitasi. Jika titik-titik tersebut memiliki muatan, maka medannya adalah medan listrik, dan begitu seterusnya. Dalam perspektif ini, materi yang menurut mata kita adalah sesuatu yang solid dan continue tidak lain hanyalah suatu kekosongan ruang yang di dalamnya terdapat berbagai efek medan. Padahal efek medan (domain effects) bukanlah sesuatu yang solid. Domain effects ini bukanlah materi (matter) dalam arti fisik sesuatu yang menempati ruang dan waktu. Dan ketidak-solidan serta uncontinuitas ini akan membuat terjadinya perlencongan, pembelokan, atau pembiasan rupa dari sebuah garis lurus dalam Konstanta C (kecepatan cahaya atau disimbolkan dengan C = 299792.5 Km/sec). Dan ini berarti pula bahwa “garis lurus” atau “shirathal mustaqiem” yang jika kita simbolkan sebagai “a thing”, ia bisa menjadi “something” di dalam eksistensi yang “nothing”.

Love is the lightness for the dark
And it is the darkness for the light
However in love there is nothing!
Neither the light; nor the dark
Salah satu yang terpenting sebagai penghasil medan-medan dalam atom adalah elektron. Elektron dapat kita konsepsikan sebagai suatu titik-titik dalam ruang yang memiliki gejala medan (domain indication) tertentu. Ia bergerak terus menerus mengelilingi inti atom. Gerakan elektron membawa akibat-akibat berikut ini:
1. ia memindahkan titik-titik yang ada dalam lintasan station (disimbolkan dengan Quanta) ,
2. ia mengubah energi yang terkandung dalam medan,
3. ia berpindah orbit menjauhi inti atom secara magnetis dan melepaskan energi dalam bentuk spektrum cahaya (efek terang, negasi dari gelap),
4. ia berpindah orbit mendekati inti atom secara magnetis dan menyerap energi yang berbentuk spektrum cahaya (efek gelap, negasi dari terang),
5. atau ia mengubah sifat fisik daripada atom dalam skala mikro.

Walau spektrum cahaya yang dihasilkan oleh atom hidrogen dapat dijelaskan dengan baik oleh Teori Bohr, tapi kekurangannya ialah teori ini hanya dapat menjelaskan atom yang memiliki konfigurasi elektron tunggal. Mekanika kuantum datang memberikan analisis yang jauh lebih akurat dan lebih umum. Persamaan Schrodinger – yang merupakan suatu persamaan differensial parsial yang amat rumit – memberikan solusinya untuk berbagai persoalan di alam mikro.

Salah satu aspek terpenting dari mekanika kuantum adalah bahwa seluruh gerak dari titik massa dipandang sebagai gerak gelombang. Gelombang? Apa itu gelombang? Bayangkan ketika bunyi atau suara datang ke telinga tanpa melalui rambatan partikel. Juga bayangkan ketika cahaya datang pada mata kita tanpa melalui rambatan partikel. Artinya ia dapat menembus sesuatu tanpa menimbulkan bekas lubang. Tapi apa yang dikatakan oleh mekanika kuantum? Jika ada bola (partikel) datang pada kita, maka gerak bola ini dipandang sebagai gerak gelombang dan bukannya gerak bola (partikel). Artinya apa? Ada partikel datang pada kita (dalam pandangan mata) dan ia bergerak sebagai gelombang (menurut mekanika kuantum). Jadi wujudnya adalah partikel, tapi geraknya adalah gelombang, namun partikel tak akan mungkin menjadi partikel tanpa ada gerak (gelombang). Maka terjadilah dualisme. Atau lebih dalam lagi, terjadilah kontradiksi! Sehingga pada tahap ini, runtuhlah definisi-definisi Newtonian (fisika tradisional) yang menisbatkan kepada materi sebagai sesuatu yang terstruktur dan dapat diukur secara pasti.

Perhatikan pengertian materi menurut apa yang telah kita bahas sebelumnya. Pandang materi sebagai suatu ruang dimana di dalamnya terdapat medan-medan. Apa arti medan? Medan adalah kemampuan untuk menggerakkan sesuatu. Artinya medan tiada lain adalah energi. Apa arti medan? Medan adalah gangguan atau resonansi jika dilihat dari keadaan tidak ada frekwensi (medan/energi). Jadi materi dalam pengertian ini langsung identik dengan gelombang itu sendiri. Sehingga gerak materi dapat dipandang sebagai gerak gelombang, karena memang memang materi dan gelombang sama saja.

Mari kita beranalogi secara sederhana jika A = B dan B = C maka A = C. Maka kita akan mendapatkan kesimpulan sederhana dari pembahasan ini, yaitu jika Partikel = Gerak dan Gerak = Gelombang, maka Partikel = Gelombang.

Sebuah aspek penting lain dari mekanika kuantum adalah bahwa gerak suatu parikel mengikuti suatu hukum yang bersifat probabilistik. Terutama jika kita tetap terikat pada keyakinan kita bahwa partikel, - sebutlah misalnya elektron-, merupakan sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang, walau hanya satu titik. Jika dalam benak kita masih tergambar bahwa elektron misalnya adalah suatu bola mahakecil, maka posisi maupun kecepatan elektron di suatu saat tertentu bersifat probabilistik.

Persamaan Schrodinger memandang gerak benda sebagai rambatan suatu gelombang. Energi gelombang yang terkandung pada suatu bagian ruang tertentu berbanding lurus dengan kemungkinan posisi titik partikel terdapat pada bagian ruang tersebut. Tapi ingat, ia hanya kemungkinan. Dan kemungkinan tetaplah kemungkinan. Jadi perhatikan urutan premis di bawah ini.

Jika kita memandang bahwa Persamaan Schrodinger merupakan suatu hukum yang berlaku di alam.
Dan jika kita memandang bahwa partikel adalah sesuatu yang menempati ruang dan waktu

Maka:
“Hukum yang mengatur gerak partikel-partikel bersifat indeterministik, artinya ia bersifat probabilistik”

Jadi apa artinya? Jika kondisi alam adalah seperti yang digambarkan oleh Schrodinger maka yang terjadi ialah: eksitensi tindakan-tindakan dan kondisi manusia dalam kehidupan ini hanyalah berupa ilusi-ilusi pilihan bersifat boleh-jadi yang akan memunculkan berbagai kemungkinan akibat yang mana tiap-tiap akibat itu berdiri lagi secara relatif. Ini berarti, bahwa intuisi, atau dalam kata lain “kemampuan sadar manusia untuk melakukan pilihan secara bebas (free will)” adalah takdir manusia itu sendiri. Dan pilihan manusia adalah kaki yang digunakan takdir untuk berjalan! Artinya takdir adalah sesuatu yang bersembunyi di balik intuisi dan pilihan. Sic!

Berarti, jika seandainya Persamaan Schrodinger benar-benar merupakan hukum alam, maka hukum sebab-akibat tidak berlaku. Mengapa? Karena, sebuah sebab – supaya ia boleh menimbulkan suatu akibat – eksitsnsinya haruslah merupakan sesuatu yang pasti. Harus dicatat dengan jelas sebuah prinsip utama dalam epistemologi yaitu: ”kemungkinan adalah musuh utama dari kepastian”. Dan sebaliknya, jika hukum sebab-akibat yang berlaku di alam, pastinya Persamaan Schrodinger bukanlah hukum alam yang menentukan dinamika partikel. Ia cuma suatu upaya untuk mendekati problem secara korelatif dari faktor-faktor yang tampak dari luarnya saja. Atau dalam kata lain, Persamaan Schrodinger – secara obyektif – hanyalah sesuatu yang sia-sia.

“God does not play dice,” kata Albert Einstein, sang pelopor berdirinya Mekanika Quantum. Kenapa akhirnya Einstein berlepas diri dari Mekanika Quantum dalam penafsirannya sebagai hukum alam yang benar-benar obyektif dan benar-benar real? Semua itu karena “hukum sebab-akibat” adalah merupakan satu prinsip rasional-absolut yang berfungsi sebagai dasar dari semua ilmu dan pengetahuan manusia, baik yang bersifat eksperimental maupun yang bersifat teoritis. Nah, apa jadinya jikalau seandainya kita tidak meyakini bahwa setiap satu akibat tertentu hanya akan boleh timbul jika ada sebab tertentu yang menimbulkannya? Maka akan runtuhlah seluruh bangunan pengetahuan manusia! Jadi jika Persamaan Schrodinger benar-benar merupakan hukum alam yang real, runtuhlah seluruh bangunan pengetahuan manusia termasuk pengetahuan tentang Persamaan Schrodinger itu sendiri!

Jadi, apa yang harus kita lakukan? Apakah masih ada kemungkinan lain? Oh ya! Tentu saja ada! Perhatikan bahwa kita masih boleh bertanya: “bagaimana jika memandang partikel dan geraknya itu tidak ada?” Jadi pandanglah bahwa partikel itu tidak ada. Ia partikel hanyalah suatu konsep imajinatif yang muncul dari keterbatasan persepsi subyektif. Pandanglah bahwa yang substansial dalam gerak segala sesuatu hanyalah rambatan gelombang/energi yang dapat menibulkan efek-efek. Atau dalam kata lain, kita menghilangkan nilai substansial dan keobyektifan teori relativitas E=MC2 lalu membawa teori ini ke level aksidental dan subyektif. Atau dalam ungkapan Faridudin Atthar, “Kita ada di dalam peti untuk membuat peti.” Maka “The Dice” itu pun akhirnya hanya ada dalam pemikiran kita dan bukan Tuhan yang memainkannya, akan tetapi fikiran dan imajinasi kitalah yang memainkannya.

For example, perhatikan suatu bola tenis yang mengenai tembok besi beton setinggi enam meter. Misalnya bola itu mengenai tembok dengan arah tegak lurus pada ketinggian satu meter. Mekanika Quantum menyatakan bahwa “ada kemungkinan bola akan bergerak menembus tembok, lalu muncul untuk melanjutkan geraknya di balik tembok, tanpa ada bagian tembok tersebut terlubangi. Memang kemungkinan itu kecil, amat sangat kecil sekali. Tapi itu tetap mungkin! Dan hal ini berlawanan dengan prinsip non-kontradiksi jika kita tetap bertahan bahwa materi adalah sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Secara eksperimental, indikasi ini telah dibuktikan dalam skala atom oleh Dr. Ivan Giaever, salah seorang pemenang nobel fisika pada tahun 1973. Jadi inilah saatnya bagi kita melepaskan diri dari pengertian dan pemahaman kita tentang materi yang telah mendasari berbagai fikiran kita.