Monday, September 14, 2009

Kursi

/1/

Semenjak apatah ku letak diri sebagian pada papan roba wujud. Ku lekuk di lelikuk kelak tertekuk ketuk dan ku pun duduk. Sebegitu fanatiknya pada uk! mabuk

'Kulah manusia
yang jemarinya cerewet meracau-rapu, tak diam berpindah dari tuts ke tuts, tab ke tab, space ke enter, akumulasikan nominal-alfabet mati, bangkitkan dalam lelarik elektronik, mengubur jengah di browser internet, dan meniupkan selayang ruh pada logam konektor harddisk. Save and exit

"biasanya, kursi tak punya omong."

Pendar-pendar layar laptop, (kan kubanting saja kalau kumarah), pendekar-pendekar kata, dan sebungkus rokok seperti biasa, dan etalase toko ku kaca, dan diam dari si gila, dan terngiang yang tadi mengancamnya, dan sekelebat takutku 'kan parangnya. Semua di hari ini. Setengah jam, sepuluh jam, bagai naga tidur, duduk terus tak ku rasa.

"tak rasa, kursi tak ku hirau."

/2/

penat
dudukku
penat

penat
hatiku
penat

/3/

Siapa tahu wujud
kursi tuhan?
Serupa tripodkah berpenyangga mur besar, 60 centi dari tanah, berbalut logam tipis kena tempa, tanpa bantalan sandar punggung, beralas kain polyester tebal warna merah, ruasnya tak lebih dari tiga jengkal?

Barangkali kursimu kursiku pada Kursi Tuhan senilai paralelnya inkarnasi Yesus pada patung porselen Kristus yang dikuduskan di katedral
yang salib itu sakral, yang roti itu daging, yang anggur itu darah: rekaan para bocah vatikan, oh betapa kudusnya kefanatikan!

Pertanyaan: "Jika kursi Tuhan dan kursi kita sama-sama kursi, mestilah ia berhala! Jika tak begitu, oh Nicea, sepantasnya kursi jadi satu-satunya benda kanonik tak berdefinisi!!"

/4/

"biasanya, kursi tak punya omong."

"biasanya, kursi tak kita hirau."

No comments: