Sunday, September 13, 2009

Syair

Maka berbicaralah dia, yang anggun dalam barisan kata-kata, terselimutkan dengan getaran jiwa, dan selalu memenangi ciuman surga; Roh Syair, bersabdalah ia pada .

Aku merindumu, betapa seringnya kata-kata ini harus kuucapkan. Aku begitu merindukanmu. Kegelapan malam telah mencuri hatiku, lalu ia menjadikannya bagian gelap dari rembulan, dan kini aku tak punya apapun untuk kuberikan padamu sebagai persembahan di pertemuan agung ini.


Siapa aku di Taman Roh Suci ini? Aku belumlah sesiapa bagi penghuni alam semesta sebelum engkau menarik nafasmu dan mengucapkanku sebagai syair-syairmu. Akulah syair-syairmu. Betapa aku merindukanmu.

Tangisan ini menjadi saksiku; tangisan tentang kerinduanku. Setelah kita terpisah, banjir melanda setiap langkahku, dan aku hampir tenggelam, sayapku selalu basah oleh air mataku sendiri.

Dia yang melihat jiwaku, dan menjadi penghiburku, telah menemukan semacam nuansa berbeda di dunia ini. Tentang nuansa sedih, gelap, kacau, temaram, akan kerinduan Roh Syair kepada . Mereka hampir saja menghapus namaku dari deretan bangsa Roh Suci, tapi kukatakan pada mereka ‘Dia pasti datang! Dia pasti datang! Keasihku pasti datang!’

Dan kini engkau telah datang. Bahkan ketika engkau telah berdiri di hadapanku, aku masih sangat merindukanmu. Aku begitu merindukanmu. Aku ingin memelukmu. Tenggelamkan aku dalam hangatmu!

Tapi aku tak pantas mempersembahkan apapun kepadamu, wahai kekasihku. Aku belum pantas mempersembahkan apa-apa. Hanya air mata kerinduan sajalah yang mempu aku persembahkan padamu di hari ini. Aku belum ada persiapan apa-apa ketika engkau tiba-tiba berdiri di hadapanku bagaikan seorang pengembara tersesat.

Engkau boleh menjualku kepada siapapun yang engkau mau, hati ini telah menjadi milikmu satu-satunya. Akulah hamba di bibirmu, maka siapa lagikah yang mampu membawa keterlukaan hatiku ini?

Akulah pecinta yang tak tahu apa itu gelap dan apa itu terang karena mata ini hanya dapat menampung air mata. Adakah di sana hatimu telah kau kosongkan untuk menerima seluruh air mata kerinduanku?

Dalam keresahanku, aku berjuang mempertahankan cintaku. Kini kita telah berhadapan, apa yang harus kuperbuat wahai kekasih?

Aduhai jiwaku! Aduhai jiwaku! Aduhai jiwaku ini! Aku tak memiliki apa-apa selain jiwa yang menangis. Roh ini telah tenggelam dalam lamunan dan cinta pada kekasihnya. Engkaulah kekasihku, wahai . Akulah syair-syairmu. Dan kini aku mengemis di depanmu dengan sepenuh jiwa yang tenggelam dalam air mata.

Tiada yang datang menjengukku di tempat ini. Aku selalu menolak kunjungan mereka, karena yang datang dan ingin berguru padaku hanyalah orang-orang yang selalu mencari kata-kata bijak untuk dideretkan di bibir mereka sebagai rayuan-rayuan untuk dipentaskan di depan kekasih mereka kala datang purnama agung. Mereka selalu menyedihkan, datang seperti itu hanya untuk menjilat, menyembunyikan birahi dibalik nafas mesum, tapi hanya engkau dan kesucianmulah yang sangat kurindukan.

Kini aku sudah dapat melihat apa yang sebenarnya sudah terjadi pada diriku. Di mata ini engkaulah cahayanya. Hati ini adalah pusara bertuliskan namamu saja. Langkah ini adalah tasbih kerinduan kekasihnya. Betapa aku mencintaimu. Betapa seharusnya berkata, ‘Aku begitu mencintaimu!’

Betapa aku sangat merindukanmu. Betapa kata-kata ini harusnya kuucapkan beribu kali di setiap kali aku menggerakkan bibirku. Dan ketika engkau telah datang, kau tak akan pernah tahu betapa riangnya hatiku.

Peluklah aku! Aku ingin menangis tersedu-sedu! Menangis bagaikan anak kecil yang merindukan kehangatan dada bundanya. Peluk aku! Dan hiburlah jiwaku.

Hatiku telah dibingkai dengan galaksi kacau tanpa sumbu putar. Kini bentuklah jiwaku sebagaimana dahulu kita pernah menyatu. Adakah kau sudi melakukannya lagi?

Akankah pagi datang lalu ia menyiapkan hatiku seperti seorang perawan yang akan dinikahkan dengan kekasih sejatinya? Akankah kerinduan ini meleburkan hasratku dalam pertemuan suci kita? Semua pengawal akan datang untuk menjemputku, dan kuingin perjalananku menuju ke istana bibirmu menjadi perjalanan sakralku yang pertama, karena aku telah menjaga seluruh kehormatan diriku. Aku melakukannya hanya untuk mempersembahkan diriku pada kekasih yang benar-benar kuinginkan!”

No comments: